Kamu
mengenalkan namamu begitu saja, uluran tanganmu dan suara lembutmu berlalu
tanpa pernah kuingat-ingat. Awalnya, semua berjalan sederhana. Kita bercanda, kita
tertawa, dan kita membicarakan hal-hal manis; walaupun segala percakapan itu
hanya tercipta melalui pesan singkat— BBM. Perhatian yang mengalir darimu dan
pembicara manis kala itu hanya kuanggap sebagai hal yang tak perlu dimaknai
dengan luar biasa.
Kehadiranmu
membawa perasaan lain. Hal berbeda yang kamu tawarkan padaku turut membuka mata
dan hatiku dengan lebar. Aku tak sadar, bahwa kamu datang memberi perasaan
aneh. Ada yang hilang jika sehari saja kamu tak menyapaku melalui dentingan
chat BBM. Setiap hari ada saja topik menarik yang kita bicarakan, sampai pada
akhirnya kita berbicara hal paling menyentuh; cinta.
Kamu
bercerita tentang mantan kekasihmu dan aku bisa merasakan perasaan yang kaurasakan.
Aku berusaha memahami kerinduanmu akan perhatian seorang wanita. Sebenarnya,
aku sudah memberi perhatian itu tanpa kauketahui. Mungkinkah perhatianku yang
sering kuberikan tak benar-benar terasa olehmu? Aku mendengar ceritamu lagi.
Hatiku bertanya-tanya, seorang pria hanya
menceritakan perasaannya pada wanita yang dianggap dekat.
Aku
bergejolak dan menaruh harap. Apakah kausudah menganggap aku sebagai wanita
spesial meskipun kita tak memiliki status dan kejelasan? Senyumku mengembang
dalam diam, segalanya tetap berjalan begitu saja, tanpa kusadari bahwa cinta
mulai menyeretku ke arah yang mungkin saja tak kuinginkan.
Saat
bertemu, kita tak pernah bicara banyak. Hanya sesekali menatap dan tersenyum
penuh arti. Ketika berbicara di BBM, kita begitu bersemangat, aku bisa
merasakan semangat itu melalui tulisanmu. Sungguh, aku masih tak percaya
segalanya bisa berjalan secepat dan sekuat ini. Aku terus meyakinkan diriku
sendiri, bahwa ini bukan cinta. Ini hanya ketertarikan sesaat karena aku
merasakan sesuatu yang baru dalam hadirmu. Aku berusaha memercayai bahwa
perhatianmu, candaanmu, dan caramu mengungkapkan pikiranmu adalah dasar nyata
pertemanan kita. Ya, sebatas teman, aku tak berhak mengharapkan sesuatu yang
lebih.
Aku tak pernah ingin mengingat
kenangan sendirian. Aku juga tak ingin merasakan sakit sendirian. Tapi,
nyatanya....
Perasaanku
tumbuh semakin pesat, bahkan tak lagi terkendalikan. Siapakah yang bisa
mengendalikan perasaan? Siapakah yang bisa menebak perasaan cinta bisa jatuh
pada orang yang tepat ataupun salah? Aku tidak sepandai dan secerdas itu. Aku
hanya manusia biasa yang merasakan kenyamanan dalam hadirmu. Aku hanya wanita
yang takut kehilangan seseorang yang tak pernah aku miliki.
Salahku
memang jika mengartikan tindakanmu sebagai cinta. Tapi, aku juga tak salah bukan
jika berharap bahwa kamu juga punya perasaan yang sama? Kamu sudah jadi sebab
tawa dan senyumku, aku percaya kautak mungkin membuatku sedih dan kamu tak akan
jadi sebab air mataku. Aku percaya kamulah kebahagiaan baru yang akan memberiku
sinar paling terang. Aku sangat memercayaimu, sangat! Dan, itulah kebodohan
yang harus kusesali.
Ternyata,
ketakutanku terjawab sudah, kamu menjauhiku tanpa alasan yang jelas. Kamu pergi
tanpa ucapan pisah dan pamit. Aku terpukul dengan keputusan yang tak kausampaikan
padaku, tapi pantaskah aku marah? Aku tak pernah jadi siapa-siapa bagimu,
mungkin aku hanya persinggahan; bukan tujuan. Kalau kauingin tahu, aku sudah
merancang berbagai mimpi indah yang ingin kuwujudkan bersamamu. Mungkin, suatu
saat nanti, jika Tuhan izinkan, aku percaya kita pasti bisa saling
membahagiakan.
Aku
tak punya hak untuk memintamu kembali, juga tak punya wewenang untuk memintamu
segera pulang. Masih adakah yang perlu kupaksakan jika bagimu aku tak pernah
jadi tujuan? Tidak munafik, aku merasa kehilangan. Dulu, aku terbiasa dengan
candaan dan perhatian kecilmu, namun segalanya tiba-tiba hilang menguap, bagai
asap rokok yang hilang ditelan gelapnya malam.
Sesungguhnya, ini juga salahku, yang bertahan dalam
diam meskipun aku punya perasaan yang lebih dalam dan kuat. Ini
bukan salahmu, juga bukan kesalahannya. Tapi, tak mungkin
matamu terlalu buta dan hatimu terlalu cacat untuk tahu bahwa aku mencintaimu.
Aku
harus belajar tak peduli. Aku harus belajar memaafkan, juga merelakan.
Belajar Melepaskan
Reviewed by khoirul anr
on
Monday, July 22, 2013
Rating: